Membentuk Kelompok Musik The Sao


Pada tahun 2005 sekertariat UKM Seni Umi dipindahkan dari Kampus 1 Jalan Kakatua ke Urip Sumohardjo Makassar. Kami ditempatkan di aula terbuka di bawah masjid Umar Bin Khattab, suatu pemilihan tempat yang sebenarnya kurang nyaman untuk ditempati berkesenian, menurut saya. Kami bersebelahan dengan MENWa dan Mahasiswa penghafal Alquran, yahhh tidak enaklah hati mengganggu konsentrasi mereka dengan bunyi-bunyian dari alat music kami.
Untuk mengatasinya kami lebih sering nongkrong di luar kampus, tempatnya tak jauh dari kampus Universitas Muslim Indonesia. Ada warung kopi mace’ bekas terminal, disana banyak supir-supir pete-pete yang menghabiskan waktu diwaktu rehat bekerja. Tempat itu pertamakali ditemukan oleh Mamat Mariamang, lalu menamainya dengan Ruang Khayal yang kami singkat dengan RK. Saban hari hingga tengah malam kami nongkrong berdiskusi di tempat itu. Banyak juga teman-teman akhirnya singgah untuk bertukar pikiran dengan kami di Ruang kHayal. Salah satunya Syamsuddin Simmau. Kami biasa memanggilnya Kak Syam. Dia adalah penulis dan dialah yang selalu menemani kami bertukar pikiran tentang kesenian, dari masa tinggal di Kakatua dulu.
Waktu berjalan, wacana-wacana tentang perempuan dan hijau telah memasuki langit Makassar. Saya pun suatu hari diajak berdiskusi tentang itu oleh Kak Syam. Saya punya usul ud’ katanya sambil memesan kopi dari mace. Kak Syam mengajak saya untuk membentuk kelompok music dan membuat 6 Album mini bertema lingkungan dan perempuan. Saya menyambutnya dengan antusias, Saya harus mengajak beberapa orang teman untuk merealisasikannya kak… Tidak masalah biar saya yang buat syairnya. Sejak saat itu saya membicarakannnya dengan teman-teman lain seperti Banrego, Moch Fadly dan Mamat Nunggeng.
Dari proses pembuatan Album Mini TheSao itu kami dapat mengenal seorang pengusaha percetakan pada saat itu, Kak Arman kami memanggilnya. Beliau tinggal di perumahan bukit Baruga di Antang. Bangunannya berlantai dua dan kami diberika tempat dilantai atas rumahnya.
Kurang lebih satu tahun kami menggarap music dan syairnya dan akhirnya kami harus merekamnya. Kak Rasyid menelpon dari soroako ia ingin kami membuatnya dalam bentuk kepingan cakram CD dan segera membuat Klipnya. Kak Rasyid adalah bagian CSR dari perusahaan tambang terkenal PT.Inco, sebagai tugasnya dalam mengembangkan wilayah social perusahaan tambang tersebut.
Enam syair dari Syamsuddin Simmau berhasil di garap menjadi lagu oleh The Sao. Rekamannya di bawah kubah masjid Umar Bin Khattab, ruang kubah yang punya gema berlebih dimanfaatkan dengan segenap harapan dan keterbatasan. Semangat untuk produksi sendiri rupanya melandasi kami untuk mengumandangkan semangat indie.
Untuk video klip yang dibutuhkan kami memanggil teman yang bernama Didi, kami menanyainya di bawah tangga masjid itu. Didi pun bersiap, sambil belajar kita harus produksi ok. Bram pada saat itu sudah pulang dari Jakarta dan langsung terlibat dalam proses rekaman dan video ini. Ibrahim Massidenreng sebagai asisten sutradara, sementara Subhan bergantian posisi dengan Bram Ia ke Jakarta untuk suatu pekerjaan. Sekarang ini Ibrahim Massidenreng aktif di Lembaga Pemberdayaan Perempuan LBH P2i Makassar. Bram sebagai pengacara sesuai dengan background pendidikannya di Fakultas Hukum UMI. Subhan yang semula adalah tim artisitik kami karena dia adalah seorang perupa yang tertarik dengan dunia Hukum. Subhan mengambil jurusan Tata Negara di Fakultas Hukum UMI.
Sebenarnya teman-teman dan saya sendiri tak ada yang mengambil spesifik tentang kesenian ataupun semacam Audio atau Video engineer. Tetapi karena hobi, semuanya merasa berkepentingan untuk menuntaskan segala kegelisahan dalam pikiran masing-masing yang kurang lebih identik satu sama lain.
Karena Background pendidikan saya Elektro maka saya bisa memanfaatkan mic-mic yang rusak, bongkar pasang dan memadukannya dengan rangkaian Amplifier lainnya. Amplifiernya dari Boni, Amplifier Politron yang masih mempunyai pemutar kaset pita. Biasanya Aplifier Tape itu dipakai di kamarnya. Memakai logika Input Output saja saya memanfaatkannya. Meski tak lama kemudian Amplifier tersebut akhirnya hilang dengan sendirinya di Sekret UKM Seni UMI. Amplifier yang bersejarah, karena dapat membantu saya memproduksi lagu sendiri. Home produksi tentu punya kelebihan sendiri disamping biaya yang efisien, anda dapat belajar nbanyak dari pengalaman tersebut.

No comments:

Post a Comment

Thanks and thanks for all