Lakukanlah
Puisimu> Ungkapan ini sepertinya lagi trend di Makassar. Kami
sering mendiskusikannya dengan ramai, seramai suara 4 orang pengamat kata.
Tidak pada bisingnya suasana pinggir jalan urip sumohardjo sambil menikmati
kopi, bahkan dengan berbagai bau asap kendaraan di Tempat Pembuangan Akhir
Sampah Tamangapa Antang, bisa juga di rumah yang tenang dengan seduhan terbaru
resep teh jahe dari Syamsudin Simmau.
Sudah lama juga saya mencermati
ungkapan itu. Kebosanan akan permainan kata, yang lalu menghampa dan lenyap setelah
tenggorokan dan lidah bersatu untuk menjadikannya kata. Sepertinya itu akan
melahirkan suatu metode baru. Belakangan ini kami tiada lagi mendengar kabar
dari para penyair di kota ini, yang ada hanya perangkai kata yang lagi asyik
dan tak mau beralih dari kursi empuknya di rumah.
Misalnya saja anda lagi bercerita
tentang kebun dalam suatu bait puisi, sedang ia hanya berkebun lewat imajinya
dan tak melahirkanlah perenungan-perenungan baru yang akan membuat orang
bertingkah layaknya kata itu. Hi dikau… lihatlah pak tani yang membutuhkan kata,
sebait saja untuk membuat anaknya menjadi ilmuwan terkenal atau bahkan pemimpin.
Bukan berarti Pak Tani menyuruh mereka meninggalkan jiwa petaninya.
Suatu hari dalam suatu diskusi
sastra di salah satu Lembaga Kajian di kota ini, kami mendatangi Alwi Rahman.
Pertanyaan selalu dan hingga sekarang bukan tak lain pada fungsi dan keberadaan
kata itu sendiri, sejauh mana ia mempengaruhi seorang bahkan sekelompok manusia
untuk melaksanakan suatu ide tertentu. Menurut Pak Alwi pada suatu waktu,
sastra itu adalah cara berpolitik melalui narasi.
Sebenarnya aktifitas ini, menurut
saya untuk mencapai suatu kepuasan tertentu, sayapun bisa membahasakannya
sebagai kenikmatan. Pengalaman-pengalaman yang membatin yang sebelumnya dilalui
dengan pengalaman hidup yang termaknai melalui perbuatan. Kebingungan atau
keraguan kembali akan fungsi kata, tentang bagaimana penempatan kata hingga
menjadi suatu kalimat yang cukup berpengaruh.
Kalau bisa diartikan secara
singkat aja, proses produksi kata saat ini sedang menemui kehampaan/kekosongan.
Ketiadaan input yang ideal membuat proses dan output tak memiliki parameter
yang kuat. Saya menduga pada parameter input, kata mengalami masalah. Sedang aktifitas
produksi kata adalah untuk mencapai makna. Input, Proses dan Output untuk
mencapai makna. Dalam keadaan diam anda akan mengalami posisi netral. Mari kita
mengartikan input sebagai suatu peristiwa yang melahirkan makna dan akan memicu
suatu kondisi hingga elemen-elemen yang terkait pada proses pun akan segera
menyambutnya dengan sukacita. Tentulah, dalam setiap proses tersebut anda akan
mengalami loss energi (kehilangan energi), tetapi energi yang hilang itu bukan
ketiadaan, ia hanya menjelma pada keadaan lain dan akan melahirkan suasana
lainnya dalam kehidupan.
Puisi tentang kebun haruslah melahirkan
bunga-bunga baru yang akan menghidupi kehidupan. Bunga bukanlah bunga jika tak
melahirkan perasaan tertentu yang sama kita bilang dengan kenangan, pengalaman.
Bukankah anda membutuhkan pembanding untuk mengarungi samudera tiada tepi ini.